0 PENEMBAKAN TERUS TERJADI DI PAPUA

by John Pakage on Wednesday, November 16, 2011 at 11:32am

edited by Sonny Dogopia's Webblog Independents!




(Foto: Referendum, KNPB, Rakyat Papua)


Perss Release – Bentuk-bentuk Kekerasan Militerisme Bukan Solusi. Selesaikan Persoalan Bangsa Papua Barat, “Zona Darurat.” Segera Laksanakan Referendum Sebagai Solusi.

Peristiwa demi peristiwa kekerasan, insiden konflik, Pembunuhan, teror, intimidasi, kini sedang terus berlanjut secara massif, sistematis dan memang sengaja dilakukan pemerintahan rezim Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dibawah hegemoni fasis militeristik Susilo Bambang Yudohyono – Boediono (SBY-Boediono).

Tidak sedikit ratusan bahkan hampir mendekati ribuan nyawa masayarakat pribumi bangsa Papua Barat yang tak berdosa direnggut nyawanya, sejak pemerintahaan fasis orde lama, Ir. Soekarno, berkuasa sampai saat ini rezim militeristik SBY-Boediono.

“Warga Sipil Papua kembali ditembak oleh Anggota Brimob di Degeuwo, lokasi tambang emas secara tradisional, Kabupaten Paniai, Papua. “Kejadian ini terjadi tanggal 13 November hari minggu,” ungkap Servius Kedepa, seorang aktivis lembaga swadaya masyarakat (LSM) lokal, Selasa (15/11).”


Kronologis - Jelasnya, peristiwa tersebut terjadi sekitar jam 10.00 pagi waktu setempat, hari Minggu (13/11) lalu.

“Mereka yang ditembak dan tewas ditempat ada 8 orang. Yaitu; Matias Tenouye (30 thn), peluruh menembus paha kanan. Simon Adii ( 35 thn) peluruh menembus rusuk dan tali perut keluar. Petrus Gobay (40 thn), peluruh masuk dada dan tembus ke belakang. Yoel Ogetay (30 thn), otak kecil keluar di bagian depan. Benyamin Gobay(25 thn), kena bagian dada dan peluru keluar di bagian belakang. Marius Maday (35 thn), peluruh mengenai dada dan keluar di belakang. Matias Anoka (40thn), peluruh kena dada dan keluar di belakang. Yus Pigome (50 thn), peluruh mengenai dada dan keluar di belakang,” tulis Kedepa.

Situasi terus memanas sejak Timika bergejolak 15 September 2011, sampai saat ini. Perusahaan Tambang Raksasa, PT. Freeport milik Imperialisme Amerika Serikat secara leluasa mengintimidasi kaum buruh dan masyarakat adat setempat dengan cara membayar militer TNI - POLRI untuk membunuh mereka.

Kasus penghadangan dan pemalangan oleh kaum buruh maupun masyarakat adat setempat merupakan hal yang wajar. PT. Freeport harus membayar semua pengorbanan, pengahncuran, yang dilakukan selama ini dan PT.Freeport harus hengkang dari tanah air Papua Barat.

Tidak luput dari Insiden kekerasan, dalam tenggang waktu yang sama Insiden kekerasan Rabu, 19 Oktober 2011 di Lapangan Zakeus, Padang Bulan, Jayapura. Yang berbuntut pada Pelanggaran HAM berat serta Penangkapan yang tidak wajar.

Sampai saat ini tidak ada satupun institusi sipil maupun militer milik pemerintah yang mengaku bertanggung jawab atas data korban. Pemerintah seolah-olah bungkam dan terus mendiskriditkan perjuangan bangsa Papua sebagai komponen perjuangan gerembolan separatis dan makar.

Kondisi kekerasan dan penganiayaan terus berlanjut. Pasca penembakan, Kapolsek Mulia, Puncak Jaya, Papua, AKP Dominggus Octovianus Awes, situasi Puncak Jaya semakin memanas. Gabungan TNI-POLRI Satu Kompi di arahkan dari Kelapa Dua - Jakarta ke wilayah tersebut guna mengejar para geriliyawan Tentara Pembebasan Nasional (TPN).

Terjadi kontak senjata beberapa jam, warga sipil banyak yang mengungsi ke hutan-hutan dan banyak yang mengalami serangan penyakit mematikan di antaranya batuk, muntaber, demam dll. Hal tersebut juga dipicu akibat senjata kimia yang digunakan aparat dalam kontak senjata.

Insiden kekerasan serupa juga terjadi pada 02 November 2011. Insiden penyiksaan dan kekerasan yang dilakukan oleh anggota Dandramil TNI dari kestuan Yonif 755 di kampung Umpagalo distrik Kurulu Kab. Jayawijaya. Tujuh anggota Dandramil Yonif 755 telah melakukan tindakan Intimidasi, Penganiayaan dan Penyiksaan diluar batas kemanusiaan terhadap 12 orang warga sipil. Yaitu; 2 Orang diantaranya anggota KNPB dan lainnya masyarakat adat setempat. Alasan penangkapan dan penyiksaan dengan dalil anggota TPN-OPM, Separatis dan Makar. Ironisnya tuduhan yang dialamatkan kepada pihak korban tidak dapat dibuktikan dengan data-data.

Menyikapi situasi terakhir, Presiden Indonesia, fasis militeristik SBY-Boediono tetap keras kepala mempertahankan Papua sebagai wilayah integral NKRI. Sebaliknya, SBY-Boediono menawarkan dilakukannya Dialog/Komunikasi Konstruktif untuk melanggengkan UU-Unit Percepatan Pembangunan Propinsi Papua dan Papua Barat (UP4B).

Ironisnya Pemerintah Indonesia terus mengklaim bahwa gejolak yang sering terjadi di Papua akibat kurangnya tingkat kesejahteraan ekonomi. Menyikapi stegmen pemerintah ini, pemerintah Indonesia benar-benar telah bodoh, buta, dan tuli (primitif murni).

Akar Masalah - Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) Tahun 1969 di gelar tidak relevan dengan perjanjian The New York Agreement 1962 dan The Roma Agreement yang menyatakan, One Man One Vote (satu orang satu sura).” Tetapi dalam pelaksanaannya, penguasa pemerintah Indonesia menggunakan sisitem perwakilan.

Indonesia, Belanda, dan Amerika Serikat tidak konsisten. Melanggar The New York Agreement 1962 dan The Roma Agreement tentang “One Mean One Vote.” Sebaliknya, PEPERA 1969 dilakukan berdasarkan Musyawara untuk mufakat ala demokrasi pemerintah Indonesia.

PEPERA Gagal Total dan Cacat demi Hukum Internasional. Suka tidak suka, senang tidak senang bangsa Papua Barat dengan serta merta diseret takluk dibawa ancaman hegemoni NKRI dan pemerintahaan asing demi kepentingan ekonomi-politik.


Menegaskan!

Situasi gejolak; politik, kekerasan, teror, intimidasi, penyiksaan, dan kematian warga sipil bangsa Papua Barat akhir-akhir ini harus dituntaskan, pemerintahan SBY-Boediono, serta seluruh jajaran aparatus negaranya. Tidak harus serta merta menjawab persoalan bangsa Papua Barat dengan isu Ekonomi/Kesejahteraan, dengan Dialog/Komunikasi Konstruktif.

Rentetan peristiwa berdarah yang terjadi akhir-akhir ini merupakan akumualsi dari persoalan sejarah politik rekayasa PEPERA 1969 yang belum tuntas. Sejarah PEPERA Tahun 1969 merupakan akar persoalan dari seluruh rentetan peristiwa berdarah sejak tahun 60-an sampai saat ini. Perjuangan rakyat Papua Barat sejatinya adalah menuntut kemerdekaan penuh dari Bangsa Indonesia.

Perjuangan bangsa Papua Barat bukan menuntut Otonomi Khusus, Kesejahteraan, Dialog/Komunikasi Konstruktif melalui UP-4B yang kini semakin di gembar gemborkan atau bentuk-bentuk tawaran politik apapun dalam koridor NKRI.

Dengan demikian, Komite Nasional Papua Barat (KNPB) sebagai media nasional Papua Barat menyatakan sikap:

1. Mengutuk dan mengancam praktek-praktek militerisme dalam bentuk-bentuk Kekerasan, Intimidasi, Penyiksaan, Pembunuhan dan Penangkapan sewenang-wenang yang di lakukan aparat gabungan TNI-POLRI diseluruh wilayah tanah air Papua Barat dengan dalil separatis, maker, dan Gerakan Pengacau Keamanan. Sebab perjuangan bangsa Papua Barat adalah menegakan hak kedaulatan politik dan Hak Asasi Manusia.

2. Hapuskan stigma hukum separatis, maker, dan GPK. Sebab bangsa Papua Barat bukan bangsa separatis, makar, GPK yang selama ini di stigmakan oleh pemrintah Indonesia untuk membungkam aspirasinya.

3. Tutup Total PT. Freeport! Sebab Freeport merupakan dalang sumber kejahatan HAM dan Lingkungan. Serta seret dan adili Bob James Moffet dan kroni-kroninya ke Mahkama Internasional (MA).

4. Komisi Hak Asasi Manusia (HAM) PBB Segera Lakukan Rapat Darurat Untuk Membahas Situasi terakhir HAM di Papua Barat. Sebab kondisi Papua Barat dalam Zona Darurat.

5. Pemerintah Indonesia (SBY-Boediono) Segera Buka Ruang Kebebasan seluas-luasnya Bagi Jurnalis Independen Dan Pekerja HAM Internasional di Papua Barat untuk kepentingan investigasi dan informasi!

6. Indonesia, PBB, Amerika Serikat, dan Belanda, Segera Mengakui Hak Politik Rakyat Papua Barat Dengan Melaksnakan Referendum Ulang bagi Bangsa Papua Barat!

7. Solusi final sebagai penyelesaian masalah bangsa Papua Barat adalah melaksanakan Referendum Ulang untuk memberikan kebebasan pilihan bagi bangsa Papua Barat. Apakah tetap bersama NKRI atau Merdeka.

Demikian perss relesnya dan pernyataan sikap.


Port Numbay, 14 November 2011

Salam Revolusi!

"Kita Harus Mengahkiri"


KoordinatorUmum
Penanggung Jawab Aksi



Ttd
KOMITE NASIONAL PAPUA BARAT



Victor Kogoya



(KNPB - PUSAT)



Buchtar Tabuni

Ttd

(KETUA UMUM)
Read more

0 GRPB: Aksi Long March

(AMP, FNMP, GP3PB)



(Foto Umagi: Di Abu Bakar Ali)

Sonny Dogopia – Sabtu (19/11), Pukul 19:30-an – 22:00 WJ, Long March berlangsung sesuai seting-an.

Aksi Long March dari Abu bakar ali menuju Perembatan BNI, Kantor Pos, Benteng.


(Foto: Saat di Perempatan, titik "O.")

GRPB: Masalah Papua bukan masalah makan dan minum, SBY-Boediono SEGERA Menyelesaikan Masalah Papua, Tutup Perusahan-perusahan besar di Papua, seperti; PT. Freeport McMoRan, Petrochina, dan MIFE. Karena, kehadirannya memicu kekacauan dan kekerasan yang berujung pada Pelanggaran HAM, dan Bebaskan TAPOL/NAPOL tanpa syarat.



(Foto Umagi: Memasuki Pusat Malioboro)


Kronolgis
Berangkat dari Rapat yang dimediasi oleh GRPB (18/11), Pukul 17:00 – 20:10 WJ lalu, beragenda; Pembacaan situasi dan Pengambilan sikap.

Massa Aksi setelah hari pertama (18/11), pada hari kedua GRPB kembali turun jalan (19/11). Latar belakang nya sama, hanya Konsep aksi yang beda.

Aksi Long March mulai Pukul 19:30-an – 22.00 WJ.

Masing – masing Mahasiswa Papua berorasi Politik dan ada juga suara Perempuan Papua.

Ditutup dengan Pernyataan Sikap dari GRPB oleh Kordinator Umum, Lechzy Degei.

Aksi Long March pun berjalan sesuai seting-an.

Massa pun kembali ke Kamasan, Pukul 22:00. Evaluasi pun dilanjutkan setelah semua massa berkumpul.


(Foto Umagi: Orasi Politik)

Latar Belakang
Berawal dari pembacaan situasi, seperti:

Buruh PT. Freeport McMoRan yang dipinggirkan (15/09).

Masyarakat pemilik Tanah Ulayat yang di telanjangkan oleh Perusahaan-perusahaan besar.

Pasca penutupan Kongres Rakyat Papua (KRP) III (19/10), amunisi dari gabungan TNI-POLRI membusuk di enam orang tak bersalah dan memberikan Pasal Makar untuk enam orang Korban (lima orang Makar dan Satu orang penghasutan/membawa alat tajam).

Pasca penembakan, Kapolsek Mulia, Puncak Jaya, Papua, AKP Dominggus Octovianus Awes, situasi Puncak Jaya semakin memanas (22/10).

Insiden penyiksaan dan kekerasan yang dilakukan oleh anggota Dandramil TNI dari kesatuan Yonif 755 (02/11), di kampung Umpagalo, distrik Kurulu, Kab. Jayawijaya.
Warga Sipil Papua ditembak oleh Anggota Brimob di Degeuwo (13/11), lokasi tambang emas tradisional, Kabupaten Paniai, Papua.

KTT Asean di Nusa Dua, Bali, Presiden Amerika Serikat hadir saat KTT berlangsung (18-19/11). Mereka pun menyepakati beberapa hal, di antaranya, nama Papua disebut. Perbincangan Presiden AS – SBY, NKRI harus dijaga! Setelah Presiden AS menanyakan masalah HAM di Papua.

Tentunya kejadian-kejadian ini tak luput dari sejarah Papua Barat (Search: about the real story of West Papua in; youtube, google, and other news was born from people of West Papua).

Akar Masalah - Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) Tahun 1969 di gelar tidak relevan dengan perjanjian The New York Agreement 1962 dan The Roma Agreement yang menyatakan, One Man One Vote (satu orang satu sura).” Tetapi dalam pelaksanaannya, penguasa pemerintah Indonesia menggunakan sisitem perwakilan.

Indonesia, Belanda, dan Amerika Serikat tidak konsisten. Melanggar The New York Agreement 1962 dan The Roma Agreement tentang “One Man One Vote.” Sebaliknya, PEPERA 1969 dilakukan berdasarkan Musyawara untuk mufakat ala demokrasi pemerintah Indonesia.

PEPERA Gagal Total dan Cacat demi Hukum Internasional. Suka tidak suka, senang tidak senang bangsa Papua Barat dengan serta merta diseret takluk dibawa ancaman hegemoni NKRI dan pemerintahaan asing demi kepentingan ekonomi-politik.

Situasi - yang mendesak adanya Aksi Mimbar Bebas ini, berawal dari pertemuan-pertemuan interen antar mahasiswa Papua. Pertemuan ini menyikapi sms-sms yang berasal dari sumber yang tidak jelas. Sms yang secara psikolog, membuat ketakutan dan memberikan tekanan batin.

Bunyi sms pun berbagai jenis, isinya adalah; teror dan intimidasi. Sms-sms ini menggurita dari Papua sampai luar Papua. Dan sms itu berhasil memulangkan Pelajar dan Mahasiswa Se-Jawa, Bali, Sulaweisi, dan sekitarnya, diperkirakan 50% telah pulang. Dan bukan hanya itu, Rakyat yang berasal dari pegunugan tengah pun 50% telah mengosongkan Jayapura dan Manokwari oleh karena sms-sms tidak benar.

Pertanyaan refleksi untuk kita semua, ada apa di balik ini? Silahkan jawab sendiri dan ambillah keputusan yang matang.

(Foto: Pernyataan Sikap, Kordinator Umum, Leczhy Degei)

Dari Latar Belakang ini, GRPB menuntut:

1. Referendum Solusi Terbaik Penyelesaian Masalah-masalah di Papua. Karena, masalah Papua bukan mempersoalkan, “makan dan minum.” Tetapi, Harga Diri Orang Papua, Kejayaan atas Tanah tumpah daranya, dan meluruskan PEPERA 1969 yang cacat total.

2. Tutup PT. Freeport McMoRan. Karena, memicu Pelanggaran HAM di Papua dan semakin menggurita.

3. Bebaskan TAPOL/NAPOL tanpa syarat. Karena, mereka adalah korban yang dijadikan tersangka. TAPOL/NAPOL berbicara kebenaran bukan kebencian.



(Foto Umagi: Massa Aksi menuju Kamasan)



Lampiran: http://umagipapua.blogspot.com/b/post-preview?token=TwC-yzMBAAA.w2ptQUezJWSQga6hACUrAw.uh9JNqppZ9iSCRSUKR2OxQ&postId=1721213381522158553&type=POST
Read more

0 GERAKAN RAKYAT PAPUA BERSATU (GRPB)

(AMP, FNMP, GP3PB)



(Foto: Massa di titik "O.")
Sonny Dogopia – Jumat, (18/11), Pukul 20:20-an – 23:30-an WJ, Aksi Mimbar Bebas berlangsung sesuai seting-an.

Aksi Mimbar Bebas dilaksanakan di pusat keramaian Kota Yogyakarta, tepatnya di Benteng, Malioboro. Dan beberapa wartawan meliput Aksi Mimbar Bebas, seperti; KR (Kedaulatan Rakyat), Tempo, Kompas, dan “yang lainnya” tidak diketahui.

GRPB: Masalah Papua bukan masalah makan dan minum, SBY-Boediono SEGERA Menyelesaikan Masalah Papua, Tutup Perusahan-perusahan besar di Papua, seperti; PT. Freeport McMoRan, Petrochina, dan MIFE. Karena, kehadirannya memicu kekacauan dan kekerasan yang berujung pada Pelanggaran HAM, dan Bebaskan TAPOL/NAPOL tanpa syarat.



(Foto: Pembukaan Mimbar Bebas)
Kronolgis
Rapat yang dimediasi oleh GRPB (18/11), Pukul 17:00 – 20:10 WJ, beragenda; Pembacaan situasi dan Pengambilan sikap.

Pukul 17:10, rapat dibuka. Dari Pukul 17:10 – Pukul 19:30-an WJ, agenda pertama (Pembacaan situasi) selesai.

Pukul 19:30-an – 20:10 WJ, agenda kedua (Pengambilan Sikap) pun selesai.
Massa Aksi Mimbar Bebas star dari Kamasan, Asrama Papua, Pukul 20:30-an, menuju Titik “O,” Benteng, Malioboro, Yogyakarta.

Kurang-lebih Pukul 21:00 WJ, massa memulai Aksi Mimbar Bebas.

Aksi Mimbar Bebas pun berjalan sesuai seting-an. Bermula dari; Orasi Politik, Mob (Cerita Humor), Tarian, Nyanyian, Ibadah singkat, Penanda Tanganan, dan ditutup dengan Pernyataan Sikap dari GRPB oleh Kordinator Umum, Lechzy Degei.

Massa pun kembali ke Kamasan, Pukul 23:30-an. Evaluasi pun dilanjutkan setelah semua massa berkumpul.


Latar Belakang
Berawal dari pembacaan situasi, seperti:

Buruh PT. Freeport McMoRan yang dipinggirkan (15/09).

Masyarakat pemilik Tanah Ulayat yang di telanjangkan oleh Perusahaan-perusahaan besar.

Pasca penutupan Kongres Rakyat Papua (KRP) III (19/10), amunisi dari gabungan TNI-POLRI membusuk di enam orang tak bersalah dan memberikan Pasal Makar untuk enam orang Korban (lima orang Makar dan Satu orang penghasutan/membawa alat tajam).

Pasca penembakan, Kapolsek Mulia, Puncak Jaya, Papua, AKP Dominggus Octovianus Awes, situasi Puncak Jaya semakin memanas (22/10).

Insiden penyiksaan dan kekerasan yang dilakukan oleh anggota Dandramil TNI dari kesatuan Yonif 755 (02/11), di kampung Umpagalo, distrik Kurulu, Kab. Jayawijaya.
Warga Sipil Papua ditembak oleh Anggota Brimob di Degeuwo (13/11), lokasi tambang emas tradisional, Kabupaten Paniai, Papua.

KTT Asean di Nusa Dua, Bali, Presiden Amerika Serikat hadir saat KTT berlangsung (18-19/11). Mereka pun menyepakati beberapa hal, di antaranya, nama Papua disebut. Perbincangan Presiden AS – SBY, NKRI harus dijaga! Setelah Presiden AS menanyakan masalah HAM di Papua.

Tentunya kejadian-kejadian ini tak luput dari sejarah Papua Barat (Search: about the real story of West Papua in; youtube, google, and other news was born from people of West Papua).

Akar Masalah - Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) Tahun 1969 di gelar tidak relevan dengan perjanjian The New York Agreement 1962 dan The Roma Agreement yang menyatakan, One Man One Vote (satu orang satu sura).” Tetapi dalam pelaksanaannya, penguasa pemerintah Indonesia menggunakan sisitem perwakilan.

Indonesia, Belanda, dan Amerika Serikat tidak konsisten. Melanggar The New York Agreement 1962 dan The Roma Agreement tentang “One Man One Vote.” Sebaliknya, PEPERA 1969 dilakukan berdasarkan Musyawara untuk mufakat ala demokrasi pemerintah Indonesia.

PEPERA Gagal Total dan Cacat demi Hukum Internasional. Suka tidak suka, senang tidak senang bangsa Papua Barat dengan serta merta diseret takluk dibawa ancaman hegemoni NKRI dan pemerintahaan asing demi kepentingan ekonomi-politik.

Situasi - yang mendesak adanya Aksi Mimbar Bebas ini, berawal dari pertemuan-pertemuan interen antar mahasiswa Papua. Pertemuan ini menyikapi sms-sms yang berasal dari sumber yang tidak jelas. Sms yang secara psikolog, membuat ketakutan dan memberikan tekanan batin.

Bunyi sms pun berbagai jenis, isinya adalah; teror dan intimidasi. Sms-sms ini menggurita dari Papua sampai luar Papua. Dan sms itu berhasil memulangkan Pelajar dan Mahasiswa Se-Jawa, Bali, Sulaweisi, dan sekitarnya, diperkirakan 50% telah pulang. Dan bukan hanya itu, Rakyat yang berasal dari pegunugan tengah pun 50% telah mengosongkan Jayapura dan Manokwari oleh karena sms-sms tidak benar.

Pertanyaan refleksi untuk kita semua, ada apa di balik ini? Silahkan jawab sendiri dan ambillah keputusan yang matang.


(Foto: Penanda tanganan)

Dari Latar Belakang ini, GRPB menuntut:

1. Referendum Solusi Terbaik Penyelesaian Masalah-masalah di Papua. Karena, masalah Papua bukan mempersoalkan, “makan dan minum.” Tetapi, Harga Diri Orang Papua, Kejayaan atas Tanah tumpah daranya, dan meluruskan PEPERA 1969 yang cacat total.

2. Tutup PT. Freeport McMoRan. Karena, memicu Pelanggaran HAM di Papua dan semakin menggurita.

3. Bebaskan TAPOL/NAPOL tanpa syarat. Karena, mereka adalah korban yang dijadikan tersangka. TAPOL/NAPOL berbicara kebenaran bukan kebencian.
Read more

0 SUP: SBY-BOEDIONO SEGERA MENYELESAIKAN MASALAH PAPUA!

(AMP, FNMP, PERWAKILAN MAHASISWA DARI: MEDAN, ACEH, SUMATRA BARAT, MADURA, KALIMANTAN TIMUR, KALIMANTAN BARAT, JAWA TENGAH, D.I.Y., JAMBI, TIMOR LESTE, SULAWESI BARAT, AMBON, dan PAPUA. )



(Massa aksi Bundaran UGM)

Sonny Dogopia – SUP, Senin (14-11/2011), Pukul 19:00 – 22:20-an WIT , kembali long march dari Asrama Aceh ke Bundaran UGM, aksi seribu lilin. Dan berakhir tanpa keributan.

SUP menuntut: SBY-Boediono SEGERA Menyelesaikan Masalah Papua dan Tutup Perusahan-perusahan besar di Papua, seperti; PT. Freeport McMoran, Petrochina, dan MIFE.




(Bundaran UGM)

KRONOLOGIS
Massa aksi Star dari; Sekertariat Mahasiswa Papua, Tempat masing-masing, dan Sekertariat Organ-organ Pro-Rakyat.

Titik Kumpul di Asrama Aceh, Kota Baru-Yogyakarta.

Long March ke Bundaran UGM.

Massa Aksi long march bersamaan dengan seruan-seruan kebenaran.

Orasi pun perwakilan dari masing-masing organ.


(Tarian Ala Papua)

Orasi demi orasi pun disuarakan. Dan dipertengahan, Bundaran UGM, ditambahkan Tarian ala Papua, serta Nyanyian Tanah Papua.

(Nyanyian Tanah Papua)

Titik akhir di Bundaran UGM dan massa aksi long march pulang ke Asrama Aceh.

Aksi Turun Jalan, SUP mengakhirinya dengan membacakan Pernyataan Sikap. Pernyataan Sikap dibacakan kordinator umum, Roy Karoba, AMP-Yogyakarta.


LATAR BELAKANG
Sejak 19 Desember 1961 – 18 hari setelah deklarasi kemerdekaan Papua Barat, dengan: Lagu hai Tanah ku Papua, Burung Mambruk sebagai Lambang Negara, Bintang Kejora sebagai Bendera Negara, Sorong sampai Samari sebagai wilayah Negara Papua Barat, dan dibentuk pemerintahan 70 orang terdidik Papua Barat yang disebut Komite Nasional Papua (KNP) – Indonesia telah masuk secara ilegal.

Tujuan Indonesia masuk secara ilegal adalah menggagalkan berdirinya Negara Papua Barat. Dan pada saat yang bersamaan, Indonesia membunuh semua warga sipil di Papua Barat yang dianggap Pro terhadap Kemerdekaan, juga terhadap Belanda (Sumber: Don Flassy, 2003).

Indonesia masuk secara ilegal, warga sipil pro kemerdekaan di bunuh, dan berhasil mengusir Belanda. Saat itu Duta besar AS di PBB, Elswort Bunker , mengajukan satu proposal penyelesaian masalah Papua Barat (Sumber: Jhon Saltford, 2006). Yang diterjemahkan dalam sebuah perjanjian, disebut dengan “New York Agreement 1962.”

Indonesia kembali dengan kekuatan Militer melakukan Operasi Masal, teror, Intimidasi, dan pengkondisian Wilayah Papua Barat.

Masalah mendasar Papua Barat adalah pada saat Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA), tahun 1969.

Isi dari perjanjian itu, disepakati bahwa Rakyat Papua Barat akan menentukan nasib mereka sendiri. Apakah ikut Indonesia atau Merdeka sebagai sebuah Bangsa.

Saat PEPERA dilaksanakan, aturannya adalah one man, one vote (satu orang, satu suara/hak memilih). Tetapi, kelicikan Indonesia sehingga memilih 1025 Orang dari 800.000 Jumlah penduduk Pribumi Papua Barat dan Non Papua Barat, untuk ikut dalam PEPERA (Sumber: P. J Drooglever, 2005).

1025 Orang dikarantinakan Indonesia selama dua Bulan. Pada masa karantina, mereka diancam; dibunuh, termasuk keluarga mereka, dan diteror. Jika mereka tidak memilih Indonesia.

Indonesia, saat PEPERA, mempersulit Wartawan, Diplomat Asing, bahkan Utusan khusus PBB. Sehingga, Wartawan, Diplomat Asing, Utusan khusus PBB, tidak menyaksikan saat PEPERA.

Dan Indonesia adalah pilihan dari 1025 Orang. Tetapi, pada prosesnya, PEPERA 100% rekayasa dan manipulasi demi merebut Tanah Papua Barat secara Paksa.

Fokus persoalan ini menjadi sorotan saat konferensi di London, Inggris. Dan dunia Internasional, Nasional, dan Daerah, telah mengetahui bahwa pada prosesnya, PEPERA 100% rekayasa dan manipulasi demi merebut Tanah Papua Barat secara Paksa.

Saat ini - beroperasinya perusahan-perusahan besar di Papua, seperti; PT. Freeport McMoran, Petrochina, Mife, dan lainnya. Tidak memperdayakan masyarakat sekitar sebagai pemilik tanah ulayat itu.

Manajemen perusahan-perusahan itu mendatangkan segalanya dari luar Papua. Dan menyingkirkan pemilik tanah ulayat itu.

Eksploitasi besar-besaran semakin menggurita, kerusakan lingkungan, illegal loging, dan penyerobotan tanah ulayat masyarakat adat sekitar terus digarap. Tanpa melirik masyarakat sekitar yang sampai saat ini masih bergantung pada lingkungan.

Tuntutan masyarakat atas perilaku ketidakmanusiawi dan tidak adil, dijawab dengan amunisi Militer Indonesia. Kaum intelektual yang mendukung tuntutan itu, dijadikan korban. Pasal Makar contohnya.

Stigma separatis pun dipasarkan Militer Indonesia agar Militer Indonesia mudah membelinya. Pelanggaran HAM pun terjadi.

Kehadiran perusahaan-perusahan besar memicu Pelanggaran HAM di Papua. Militer Indonesia adalah budak-budaknya.

Tuntutan-tuntutan masyarakat adat sekitar, sangat mengancam keberlangsungan perusahan-perusahan besar. Militer Indonesia sebagai alat dari perusahan untuk mematikan pergerakan tuntutan itu.

Pos-pos Militer pun terlihat seperti rumah-rumah pemukiman. Didirikan berdampingan dengan perusahan. Pantas saja, karena satu buah M 16 dapat menghasilkan 16 M. Apa lagi jenis senjata yang lain.

Pemogokan buruh PT. Freeport McMoran menelan, Satu orang ditembak, dada kiri hingga meninggal (10-10/2011). Dua orang ditembak peluruh karet, punggung hingga luka berat. Lebih dari dua orang luka senpi senjata, kepala hingga luka jahitan.

Hal serupa, dilakukan oleh Gabungan TNI-POLRI saat penutupan Kongres Rakyat Papua III (19-10/2011), (Sumber: Pasal Makar Untuk Korban, 2011. http://wayai-deto.blogspot.com/2011/10/pasal-makar-untuk-korban.html).

Indonesia semakin membuktikan watak rezim SBY-Boediono yang berpihak pada IMPERIALISME Amerika Serikat sebagai anti demokrasi dan anti terhadap HAM.



(Seruan Aksi, Pernyataan Sikap, Roy Karoba, AMP-Yogyakarta)

Maka, lahirlah pernyataan sikap SUP:
1. SBY-Boediono SEGERA Menyelesaikan Masalah Papua! Dan

2. Tutup Perusahan-perusahan Besar di Papua, seperti; PT. Freeport McMoran, Petrochina, dan MIFE.


(Video SUP)
Read more

0 SOLIDARITAS UNTUK PAPUA

(AMP, FNMP, FMN, IB, PEMBEBASAN, MAHARDIKA, IPR, DEMA UGM, MAHASWARA)


(Long march menuju kantor DPRP)



Sonny Dogopia – SUP, Senin (31-10/2011), Pukul 09:00 – 15:00 WIT , kembali turun jalan dan berakhir tanpa keributan.

SUP menuntut: Hentikan Pelanggaran HAM di Papua, Usut Tuntas Pelaku Pelanggaran HAM di Papua, SBY-Boediono Harus Bertanggung Jawab Atas Pelanggaran HAM di Papua, Tutup PT.Freeport McMoran, Stop Penambahan dan Pengiriman Militer ke Papua, Tarik Militer Organik dan Non Organik dari Tanah Papua, Stop Politisasi Kasus Penembakan di Papua oleh Pemerintah, PT. Freeport McMoran, dan TNI-POLRI, Berikan Ruang Demokrasi Seluas-luasnya bagi Rakyat Papua, Hentikan Perampasan Tanah-tanah Adat di Papua.



KRONOLOGIS
Massa aksi Star dari; Sekertariat Mahasiswa Papua, Tempat masing-masing, dan Sekertariat Organ-organ Pro-Rakyat.

Titik Kumpul di Transit Bus Pariwisata, Sebelum Stasiun Tunggu, Malioboro-Yogyakarta.
Long March ke Benteng, depan BNI, tepat di Perempatan.

Massa Aksi berhenti di Kantor DPR dan Gubernur untuk berorasi.

Orasi pun perwakilan dari masing-masing organ. Ada tambahan orasi lagi, yaitu Perwakilan dari Mahasiswa Papua.

Titik akhir di Benteng, depan BNI, tengah Perempatan.

Orasi demi orasi pun disuarakan.

Aksi Turun Jalan, SUP mengakhirinya dengan membacakan Pernyataan Sikap. Pernyataan Sikap dibacakan kordinator umum, Lekzy Degei, FNMP.

(saat Pembacaan pernyataan sikap)



LATAR BELAKANG
Beroperasinya perusahan-perusahan besar di Papua, seperti; PT. Freeport McMoran, Petrochina, Mife, dan lainnya. Tidak meperdayakan masyarakat sekitar sebagai pemilik tanah ulayat itu.

Manajemen perusahan-perusahan itu mendatangkan segalanya dari luar Papua. Dan menyingkirkan pemilik tanah ulayat itu.

Eksploitasi besar-besaran semakin menggurita, kerusakan lingkungan, illegal loging, dan penyerobotan tanah ulayat masyarakat adat sekitar terus digarap. Tanpa melirik masyarakat sekitar yang sampai saat ini masih bergantung pada linkungan.

Tuntutan masyarakat atas perilaku ketidakmanusiawi dan tidak adil, dijawab dengan amunisi Militer Indonesia. Kaum intelektual yang mendukung tuntutan itu, dijadikan korban. Pasal Makar contohnya.

Stigma separatis pun dipasarkan Militer Indonesia agar Militer Indonesia mudah membelinya. Pelanggaran HAM pun terjadi.

Kehadiran perusahaan-perusahan besar memicu Pelanggaran HAM di Papua. Militer Indonesia adalah budak-budaknya.

Tuntutan-tuntutan masyarakat adat sekitar, sangat mengancam keberlangsungan perusahan-perusahan besar. Militer Indonesia sebagai alat dari perusahan untuk mematikan pergerakan tuntutan itu.

Pos-pos Militer pun terlihat seperti rumah-rumah pemukiman. Didirikan berdampingan dengan perusahan. Pantas saja, karena satu buah M 16 dapat menghasilkan 16 M. Apa lagi jenis senjata yang lain.

Pemogokan buruh PT. Freeport McMoran, menelan Satu orang (ditembak), dada kiri hingga meninggal (10-10/2011). Dua orang ditembak peluruh karet, punggung hingga luka berat. Lebih dari dua orang luka senpi senjata, kepala hingga luka jahitan.

Hal serupa, dilakukan oleh Gabungan TNI-POLRI saat penutupan Kongres Rakyat Papua III (19-10/2011), (baca: Pasal Makar Untuk Korban), (Sumber:http://wayai-deto.blogspot.com/2011/10/pasal-makar-untuk-korban.html).

Indonesia semakin membuktikan watak rezim SBY-Boediono yang berpihak pada IMPERIALISME Amerika Serikat sebagai anti demokrasi dan anti terhadap HAM.

Maka, lahirlah pernyataan sikap SUP:
1. Hentikan Pelanggaran HAM di Papua,

2. Usut Tuntas Pelaku Pelanggaran HAM di Papua,

3. SBY-Boediono Harus Bertanggung Jawab Atas Pelanggaran HAM di Papua,

4. Tutup PT.Freeport McMoran, Stop Penambahan dan Pengiriman Militer ke Papua,

5. Tarik Militer Organik dan Non Organik dari Tanah Papua,

6. Stop Politisasi Kasus Penembakan di Papua oleh Pemerintah, PT. Freeport McMoran, dan TNI-POLRI,

7. Berikan Ruang Demokrasi Seluas-luasnya bagi Rakyat Papua, dan

8. Hentikan Perampasan Tanah-tanah Adat di Papua.

(saat setelah di benteng)



(Video SUP)
Read more

Delete this element to display blogger navbar

 
Powered by Blogger