0 PASAL MAKAR UNTUK KORBAN

Kronologis Kongres Rakyat Papua (KRP) III

Masyarakat Papua menggelar KRP III, tanggal 16-19 Oktober 2011. Mengangkat tema, "Menegakkan Hak-hak Dasar Orang Asli Papua di Masa Kini dan Masa Depan."

Menurut Ketua Panitia KRP III, Selpius Bobii, acara KRP III sudah mendapatkan ijin dari polhukam di Jakarta, ditembuskan ke Polda Papua dan Intelkam. KRP III dianggap sah, karena sudah ada ijin/pemberitahuan tertulis.

KRP III digelar di lapangan sepak bola Zakheus, tepatnya di belakang SMP Paulus, Padang Bulan, Abepura, Jayapura. Jumlah massa 500-an.

Ibadah pembukaan yang dipimpin oleh Yermias Dimara. Di tengah prosesi ibadah itu, para pimpinan dari 7 wilayah adat di Papua di antaranya Tabi, Lapago, Mepago, Hananim, Saireri, Doberai, dan Bomberai, serta Ketua Dewan Adat Papua (DAP) Forkorus Yoboisembut diundang maju ke tengah lapangan. Mereka diarahkan supaya mendoakan tanah Papua serta pemerintah Indonesia yang dinilai banyak membuat kesalahan di wilayah paling timur ini.

Penari Sampari dari Biak menari-nari untuk mengantarkan tifa yang akan dipukul oleh ketua Dewan Adat Papua Forkorus Yaboisembut dan para pimpinan wilayah adat lainnya.

Gabungan TNI/POLRI menjaga ketat prosesi perjalanan KRP dari tanggal 16-18 Oktober. Namun, Gabungan TNI/POLRI memicu kekacauan pada penutupan KRP III, (19/10). KRP III berakhir dengan bertumpahkan darah oleh Gabungan TNI/POLRI.


Tragedi Setelah KRP III Berdarah!

KAPOLDA menangkap enam tersangka pasca pembubaran massa KRP III, Rabu (19/10). Diantaranya, Forkorus Yaboisembut, S.Pd., Edison Gladius Waromi SH., August Makbrawen Sananay Kraar, Dominikus Sorabut, Gat Wenda dan Selpius Bobii.

Namun, sejak Kamis (20/10), ada lima yang lebih dahulu ditetapkan sebagai tersangka. Yaitu: Forkorus Yaboisembut (Ketua Dewan Adat Papua/Presiden), Edison Gladius Waromi SH. (Perdana Menteri), August Makbrawen Sananay Kraar, Dominikus Sorabut, dan Gat Wenda. Dari lima tersangka, empat orang dikenakan; Pasal 110 Ayat (1) KUHP, Pasal 106 KUHP, dan Pasal 160 KUHP. Gat Wenda, dikenakan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951. Karena, membawa senjata tajam. "Kabid Humas Polda Papua, Kombes Polisi Wachyono.”

Pernyataan Kapolres Jayapura Kota, AKBP Imam Setiawan, saat Jumpa Pers dengan wartawan, Kamis (20/10) pukul 14.00 WIT di Mapolresta, menyatakan bahwa Ketua Panitia Penyelenggara KRP III Selpius Bobi masih dalam pencarian (buron).

Kata Gustav Kawer, SH., kuasa hukum, “pemberitaan media yang menyatakan Selpius Bobii adalah buron. Hal itu tidak benar, karena yang bersangkutan, Kamis (20/10) pukul10.30, Selpius Bobii di dampingi Viktor Mambor (wartawan) dan Lucky Ireeuw (anggota AJI Kota Jayapura), telah menyerahkan diri ke Polda Papua.

Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) merilis nama-nama korban pasca KRP III, kemarin. Enam orang di tembak mati; James Gobay (25), Yosaphat Yogi (28), Demianus Taniwo Kedepa (25), Max Asayeuw (35), Yakobus Samonsabra (53), Pilatus Wetipo (40). Tiga orang korban luka; Ana Adi (40), Miler Hubi (22), dan Matias Maidepa (25).

Demianus T. Kedepa (25) ditemukan, Jumat (21/10) pukul 16.00-an sore di perkebunan, belakang Markas Komando Resor Militer. Jarak dari Markas Komando Resor Militer ke Lokasi KRP 300-an meter. Korban laki-laki dewasa meninggal ditembak di Kepala, belakang. Dan kemudian, DS 5665 ACP, No. Polisi, membawa Jenasa korban ke RS. Dok II, diotopsi.

JUBI (Friday, 21 October 2011 23:20) - Yakobus Samonsabra (55) dan Max Asayeuw (33) di tembak mati pada tragedi KRP III berdarah, 19 Oktober 2011. Dan Jumat (21/10), dimakamkan di Pemakaman Keluarga, Kampung Waibron, Sentani Barat.

Gabungan aparat militer (TNI dan POLRI) malakukan pembubaran paksa dan menangkapan 300-an orang. Dan puluhan orang masih mengungsi di hutan, belakang Sekolah Tinggi Filsafat Fajar Timur, Padang Bulan,” kata Matius Murib, Wakil Ketua Komnas HAM Papua, Kamis, 20 Oktober 2011.

Pemukulan terhadap peserta kongres selang beberapa menit setelah upacara penutupan di Lapangan Sepak Bola Zakeus. Saat menari dan bersalam-salaman, polisi menyeruduk masuk dan memukul dengan rotan. “Ada juga yang diinjak. Saya kurang tahu alasan mengapa polisi masuk dan memukul,” kata Tonggap, aktivis Papua.

Jimmy Paul Koude (44), salah satu peserta Kongres Rakyat Papua (KRP) III, mengaku dirinya dipukul oleh seorang anggota TNI dikepala bagian kiri dan kanan dengan popor senjata hingga bocor. Tak hanya itu, punggung korban dibagian kiri juga dipukuli dengan senjata hingga kemerah-merahan dan bengkak. Pemukulan itu terjadi ditengah lapangan Zakheus setelah kongres, Rabu, 19 Oktober.

Sampai saat ini, media masih meramaikan tindak kekerasan gabungan TNI/POLRI terhadap peserta KRP III.


Untuk Siapa Pasal Makar itu?

KEBEBASAN rakyat Papua untuk menyampaikan pendapat dijamin oleh preamble (muka dimah) UUD 1945, UU No. 09 Tahun 1998, Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia dan Deklarasi Hak-hak Masyarakat Adat Tahun 2007.

Demokrasi di zaman reformasi adalah suatu situasi yang dijamin kebebasan setiap orang untuk menyampaikan pikiran dan pendapat.

Namun, Pasal Makar dikhususkan untuk orang Papua. Pasal Makar diproses dengan jalur hukum dan untuk melawan UU No. 09 Tahun 1998 dan 2007.

Sesuai Kronologis KRP III, rakyat Papua telah menghidupkan dan menghargai Indonesia sebagai Negara Hukum.

Tetapi, Indonesia tidak menjalankan Pasal Makar sesuai prosedur. Kapolda Papua menangkap enam tersangka (korban) pasca pembubaran massa KRP III, Rabu (19/10). Diantaranya, Forkorus Yaboisembut, S.Pd., Edison Gladius Waromi SH., August Makbrawen Sananay Kraar, Dominikus Sorabut, Gat Wenda dan Selpius Bobii. Gat Wenda, dikenakan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951. Karena, membawa senjata tajam. Dan lima korban lainnya dikenakan Pasal Makar.

“Ini Negara Hukum, saya, Media atau Polisi, harus junjung tinggi azas praduga tak bersalah. Masih terlalu pagi kalau bilang mereka itu bersalah dan melakukan makar. Apa yang mereka sampaikan kemarin di lindungi oleh UU NKRI (UUD 1945), sebagai bentuk dari kebebasan menyampaikan pendapat dan kebebasan berekspresi,” Kata Gustav Kawer, SH., kuasa hukum (melalui Bintang Papua), Jumat, (21/10).

Tambahannya, tegas, “dan itu di lindungi oleh negara sebagai bagian dari Hak Azasi Manusia (HAM). Jadi yang bisa mengatakan mereka itu bersalah dan melakukan makar, hanyalah Hakim. Setelah ada keputusan yang incraht (berkekuatan hukum yang tetap). Kalau Polisi bilang mereka aparat hukum, kami berharap azas hukum juga harus di junjung. Jangan tergesa – gesa menjustifikasi orang tanpa melalui sebuah proses peradilan.”

Dalam surat tembusan kepada Duta Besar AS untuk Indonesia Scot Marciel tersebut, Faleomavega menyebutkan bahwa insiden penangkapan terhadap peserta KRP III adalah pelanggaran serius dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Terutama mengingat bahwa Pemerintah Indonesia adalah penandatangan kedua perjanjian PBB tentang Kovenan Internasional Hak Sipil, Politik, dan Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya. (Published; http://indigenouspeoplesissues.com/).

Komnas HAM papua, menyesalkan pendekatan represif TNI/POLRI yang membubarkan KRP III dan menimbulkan korban. “Polisi tidak menggunakan pendekatan persuasif dan dialogis, sengaja memilih jalan kekerasan. Presiden SBY harus segera membuka ruang dialog pada masyarakat Papua,” ujar Matius Murib.

Komnas HAM sebelumnya sudah memperingatkan POLRI agar tidak menempuh jalan kekerasan dalam membubarkan KRP III. “Tapi tetap saja ada alasannya. Ini bentuk kesengajaan. Mengapa tidak dari hari pertama saja saat pengibaran Bintang Kejora mereka ditangkap? Kenapa menunggu sampai hari terakhir hingga ada korban?” ujar Matius Murib.

Rakyat Papua Barat telah menunjukkan nilai hukum yang sebenarnya. Pelaksanaan KRP III, bersifat demokrasi di zaman reformasi ini. Dan , saat KRP III. Kebebasan rakyat Papua untuk menyampaikan pendapat dijamin oleh preamble UUD 1945, UU No. 09 Tahun 1998, Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia dan Deklarasi Hak-hak Masyarakat Adat Tahun 2007.

Namun, balasan dari gabungan TNI/POLRI adalah murni Pasal Makar. Dan telah mencoreng nama baik Indonesia sebagai Negara Hukum. Sesuai dengan penandatangan kedua perjanjian PBB tentang Kovenan Internasional Hak Sipil, Politik, dan Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya.

Pemerintah Indonesia dan aparat keamanan tidak pernah menjelaskan dan bahkan mereka sendiri tidak mengerti definisi “kedaulatan Negara dan keutuhan wilayah NKRI” seperti apa bentuk, model, dan wujudnya.

Jargon yang diperlihatkan dan diwujudkan selama ini adalah “NKRI Harga Mati.” Maka, siapa yang melawan akan kami tumpas. Seperti diungkapkan Kol. Kav. Burhanuddin, waktu menjadi Danrem 172/PWY Jayapura pada 12 Mei 2007 di Cenderawasih Pos, “Pengkhianat Negara Harus Ditumpas.”

Melalui, Tempo interaktif, Jayapura - Imparsial mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono segera menyelesaikan masalah Papua. Penembakan saat Kongres Papua III di Lapangan Zakeus, Padang Bulan, Abepura, Jayapura, Rabu 19 Oktober 2011, tak dapat dibenarkan.

Direktur Eksekutif Imparsial, Poengky Indarti, dalam surat eletronik yang diterima Tempo, Minggu, 23 Oktober 2011, menegaskan jatuhnya korban jiwa dan luka-luka dalam peristiwa tersebut seharusnya dapat dihindari. “Jatuhnya korban jiwa memperburuk situasi di Papua dan tanpa koordinasi yang baik justru semakin meningkatkan rasa tidak aman bagi rakyat Papua,” ujarnya. (*)


Penulis adalah Mahasiswa STTA (Sekolah Tinggi Teknologi Adisutjipto), Yogyakarta.
Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Penerbangan.
Melkianus Dogopia (09050136)

Email: wayai.deto@gmail.com
Read more

1 AKSI DEMONTRASI SOLIDARITAS UNTUK PAPUA, "MEMPERINGATI MATINYA HAM DI PAPUA."

SOLIDARITAS UNTUK PAPUA (SUP)

(IPR-Y, FMN, IBY, AMP, GANNJA)


Rabu (19/10-11) Pukul 19:00 WJ di Bundaran UGM, dimulainya Aksi Solidaritas Untuk Papua mengenang “Matinya HAM di Tanah Papua pada khususnya dan Indonesia pada umumnya. Dilanjutkan dengan duka atas beberapa masyarakat sipil dan Karyawan PT. Freeport McMoran yang disambut oleh amunisi dari pelatuk POLRI.”

Foto saat mulai, depan Bundaran UGM

LATAR BELAKANG
Penerapan politik upah murah yang dijalankan oleh rezim SBY-Boediono dapat kita lihat ketika ribuan buruh PT. Freeport Indonesia yang melakukan mogok kerja untuk menuntut adanya perbaikan upah dan kesejahteraan buruh PT. Freeport Indonesia. Aksi mogok kerja hampir 8000 buruh PT. Freeport yang sudah berlangsung sejak 15 September hingga 15 Oktober. Gaji buruh PT. Freeport Indonesia merupakan terendah jika dibandingkan dengan PT. Freeport di negara-negara lainnya.

Pada tahun 2006, PT. Freeport McMoran membayar pekerja di Amerika Utara sebesar $ 10,70 per jam, di South Amerika sebesar $ 10,10 per jam. Tetapi, d Indonesia itu hanya $ 0,98 per jam. Pada tahun 2010, pembayaran upah telah mencapai rata-rata $ 66,43 per jam. Sedangkan, di Indonesia itu hanya $ 4,42-$ 7,356 per jam. (berbagai sumber)

Senin (10/10-11) kemarin, buruh dan masyarakat sekitar PT. Freeport yang melakukan aksi mogok kerja dan melakukan protes kepada pihak management PT. Freeport McMoran yang melakukan Hiring of the employees (mempekerjakan karyawan) baru dari luar daerah untuk menggantikan buruh yang sedang melakukan pemogokan. PT. Freeport McMoran hanya memikirkan nasib Perusahan, nasib kantongnya, dan nasib kinerja terhadap Negara-negara adhi kuasa lainnya, di saat buruh sedang diberlakukan tidak adil.

Saat pemogokkan berlangsung, karyawan beserta masyarat sekitar bergiliran menyampaikan pendapat, di saat itulah HAM di Papua mati total. Karena, karyawan beserta masyarat sekitar di sambut oleh amunisi dari pelatuk POLRI. Sangat disayangkan negeri Indonesia ini, negeri yang berbackground hukum ini. Dan sampai saat ini, tidak ada penindak lanjutan dari kasus HAM berat ini. Karena, melalui via-telpon untuk sementara seorang ditembak mati pada bagian dada, dua orang ditembak dengan peluru karet dan luka berat, dan beberapa orang dipukul sampai mengeluarkan darah yang membanjiri tubuh.

Kebebasan Rakyat Papua untuk menyampaikan pendapat dijamin oleh Preamble (mukadimah) UU 1945. UU No. 09 Tahun 1998, Deklarasi universal Hak-hak asasi manusia dan deklarasi hak-hak-hak masyarakat adat tahun 2007. Namun, kebebasan ini disambut oleh Amunisi dari Pelatuknya POLRI. Sudah banyak korban di atas derita Rakyat Papua khususnya bagi karyawan PT. Freeport Indonesia dan masyarakat sekitar.

Namun, pemerintah reaksioner pimpinan SBY-Boediono melakukan pembusukan atas kasus penembakan dengan menyalahkan buruh PT. Freeport Indonesia yang telah membakar satu unit mobil dan ban duntruck. Padahal, peristiwa pelanggaran HAM terhadap buruh PT. Freeport Indonesia lebih dahulu terjadi sebelum peristiwa pembakaran mobil dan ban duntruck.

Dari latar belakang ini, maka kami Solidaritas Untuk Papua (SUP) menyatakan sikap, “mengecam sikap abai Pemerintah yang melakukan pembiaran atas kasus yang dialami oleh Buruh Freeport dan Masyarakat Papua, mengutuk tindak kekerasan yang dilakukan oleh POLRI yang mengakibatkan meninggalnya Buruh Freeport dan korban luka lainnya. Kami menyatakan secara penuh atas perjuangan Buruh Freeport dan Masyarakat Papua.”

Untuk itu, pernyataan sikap kami (SUP):
1.Menghentikan Kekerasan Terhadap Rakyat Papua!
2.Usut Tuntas Pelaku Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM)!
3.Hentikan Diskriminasi dalam Pengupahan PT. Freeport!
4.SBY-Boediono HARUS Bertanggung Jawab Terhadap Kasus Penembakan di Papua!
5.Hentikan Perampasan Tanah di Papua untuk Tambang!


KRONOLOGIS SINGKAT
Rabu (19/10-11) Pukul 19:00 WJ di Bundaran UGM, dimulainya Aksi 1000 lilin. Yang mana menandakan bahwa matinya HAM dan duka atas beberapa masyarakat sipil dan Karyawan PT. Freeport McMoran yang disambut oleh amunisi dari pelatuk POLRI.


Di mulai dengan penyalahan Obor, dilanjuti Orasi dari berbagai perwakilan organ-organ pro rakyat dan perwakilan dari tujuh suku yang ada di Pegunungan tengah. Kemudian Korlap arahkan massa masih dalam satu komando untuk membentuk lingkaran besar. Masih dalam lingkaran itu, massa mengisinya dengan Nyanyian kaum tertindas, Puisi, Orasi, dan Tarian ala Puncak Jaya/Papua. Setelah berlangsung, massa menyalahkan 1000 lilin dan membentuk lingkaran menyesuaikan lingkaran UGM itu.

Foto saat pembacaan tuntutan pernyataan sikap, oleh Roy Karoba selaku Ketua AMP-Yogyakarta

Massa dari berbagai perwakilan; tujuh suku dan Organ-organ pro rakyat menaiki panggung bundaran UGM dan membacakan pernyataan sikap yang dipandu oleh ketua AMP-Yogyakarta, Roy Karoba, “mengecam sikap abai Pemerintah yang melakukan pembiaran atas kasus yang dialami oleh Buruh Freeport dan Masyarakat Papua, mengutuk tindak kekerasan yang dilakukan oleh POLRI yang mengakibatkan meninggalnya Buruh Freeport dan korban luka lainnya. Kami menyatakan secara penuh atas perjuangan Buruh Freeport dan Masyarakat Papua.
Untuk itu, pernyataan sikap kami (SUP):
1.Menghentikan Kekerasan Terhadap Rakyat Papua!
2.Usut Tuntas Pelaku Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM)!
3.Hentikan Diskriminasi dalam Pengupahan PT. Freeport!
4.SBY-Boediono HARUS Bertanggung Jawab Terhadap Kasus Penembakan di Papua!
5.Hentikan Perampasan Tanah di Papua untuk Tambang!”

Dan dilanjuti dengan penandatanganan. Untuk penandatanganannya, ada tiga spanduk. Dua spanduk untuk dikirim ke PT. Freeport sebagai tuntutan Mahasiswa di Se-Jawa dan Bali, khususnya di Yogyakarta agar segera menyikapi pernyataan sikap yang sudah dibacakan/ditulis dalam Latar Belakang di atas, di Paragraf akhir. Dan satu spanduk untuk pegangan bagi Mahasiswa Papua, Organ-organ Pro-Rakyat.

Setelah penandatangan, maka selesailah rangkaian Aksi SUP, 1000 lilin dengan sukses. Massa pun meninggalkan tempat dan pulang ke tempat masing-masing. (Waiyai Dogopia)


Foto saat Orasi


Foto saat nyanyian rakyat


Foto saat Puisi tangisan


Foto saat tarian ala Puncak Jaya/Papua


Foto saat berdiri menyesuaikan bundaran UGM


Spanduk berslogan, "STOP PELANGGARAN HAM DI PAPUA dan HENTIKAN KEKERASAN DI PAPUA." Ini akan dikirim ke PT. Freeport setelah dicoreti tandatangan
Read more

0 IPMAPAN KORWIL YOGYAKARTA: HILANGNYA 76 JUTA UNTUK PEMONDOKAN TAHUN ANGGARAN 2010/2011

Oleh: Waiyai Dogopia*)

Pada Tahun Anggaran 2010/2011, Kedatangan Pemerintah Daerah Kabupaten Paniai dengan dua agenda:
1. Mahasiswa yang sedang TA dan
2. Pemondokkan.

Demi kelancaran kinerja antar BPH IPMAPAN Jogja dan Pemda Kab. Paniai, Mahasiswa TA mengumpulkan data-datanya untuk memenuhi kewajiban Pemda agar Hak bagi mahasiswa ini terwujud.

Pada akhir juli 2010, Pemda memenuhi Haknya mahasiswa yang mana, layak menerima dana TA itu. Namun, Senioritas libatkan BPH untuk menggelapkan dana Pemondokkan.

Foto Ilustrasi Kontrakan Permanen yang pernah dinegosiasi pada tahun 2010 kemarin.
(Sumber: google)


Kronologis Sementara
Ini merupakan Kronologis sementara! Mengapa, karena titik puncak persoalan ini ada di tanggal 18 Oktober 2011 mendatang, saat Peresmian Kontrakan Permanen. "Semua sudah jelas dan ini belum berakhir. Kita tunggu pengakuan serta permohonan maaf dari para pelaku ini. Kita tidak mungkin memprosesnya sampai pada tinggkat KPK," Kata seorang perwakilan yang sebagai Junior serta anggota IPMAPAN Korwil Jogja.

Saat setelah pembagian Dana TA di dekat terminal Condong Catur, tepatnya di Bang Ucok (Rumah Makan B2); Pemda, BPH, dan seluruh anggota menuju ke sebuah kontrakan yang sudah didapat oleh BPH dan seluruh anggota sebelum kedatangan Pemda di Jl. Glaga Indah. Kontrakan itu bersifat permanen. Jadi, pembayarannya langsung beserta Tanah.

Proses negosiasi antar Pemda, Senioritas, dan BPH pun berlangsung sukses. Hasil dari negosiasi itu, pemilik tempat menyetujui dengan harga 130 Juta. Proses membalik nama atas sertifikat tanah sedang diurus oleh Senioritas.

Keesokan harinya tepat di siang hari, SMS teror masuk ke HP Ketua BPH. SMS itu berasal dari kawan-kawan IPMAPAN Korwil Solo. Kemudian, Pemda pun tidak melalui jalur Solo. Pemda langsung mengirim Dana TA dan Pemondokkan bagi mahasiswa IMAPAN Korwil Solo melalui Rekening, setelah itu Pemda menuju Surabaya.

Mendengar Pemda di Surabaya, Ketua BPH dan Mewakili Senioritas, Obet Youw langsung mengejar Pemda di Kota study Surabaya untuk memperjelas Kontrakan Permanen itu.
"Kami sampai di Surabaya, Pemda tidak berani tunjukkan muka pada kami dan Pemda menuju Pulau Sulawesi kemudian Papua," kata Ketua BPH setelah sampai di Jogja kembali.

Dan saat itu pula, Kabar/Info mengenai Pemondokkan/Asrama Permanen tiba-tiba redah/teduh.
Di Tahun ajaran 2011/2012 ini, tepatnya akhir Bulan Agustus. Wakil BPH merasa dipermalukan oleh sebuah tulisan, "MAHASISWA/I JOGYAKARTA ASAL KABUPATEN PANIAI MENGGELAPKAN DANA PENDIDIKAN TUGAS AKHIR – PEMONDOKAN ASRAMA 2010 DAN 2011 (Sumber:http://www.facebook.com/note.php?note_id=10150314953831068)."

Oleh karena itu, Wakil BPH dan beberapa anggota IPMAPAN Korwil Jogja mendatangi Pak Sem Pekei dan Pak Edi Rante yang mana sebagai utusan dari Pemda di Paniai. Kedatangan mereka disambut baik oleh Pak Sem Pekei.

Mereka menanyakan soal Pemondokan saat Tahun 2010 itu. "Kalau mau berbicara soal Pemondokkan, HARUS hadirkan Obet Youw, Emanuel Gobai, Ketua BPH (Haris Yeimo), dan ada dua orang lagi. Karena, Dana untuk Pemondokkan Tahun anggaran 2010/2011 sudah dicairkan melalui Ibu yang memunyai Rumah dan mengetahui BPH," kata Pak Sem Pekei. Ditambahkannya lagi, "Saya tidak tahu kalau ada sebuah permainan di dalam. Tetapi, saya punya bukti pengiriman."
(Sumber Foto: Kamera HP N95, 5 Megapixel) Foto saat Kedatangan Pemda Paniai (12/10-11) di Bang Ucok, Terminal Condong Catur-Yogyakarta.


Hal ini memperkuat penulis sehingga penulis bisa menulis kasus kecurangan yang mana, Senioritas libatkan BPH untuk penggelapan Dana yang sebesar 76 Juta itu.
Mengapa Senioritas libatkan BPH? Karena, sesuai dengan Pengakuan Haris Yeimo selaku ketua BPH bahwa ada lima juta (dana penggelapan pemondokkan itu) yang masuk tiba-tiba di Rekeningnya dan sampe saat ini Ia belum mengetahui siapa pengirimnya.

Foto saat pengakuannya Ketua BPH, Haris Yeimo, tengah/kanan, samping wakil BPH, putih. (Sumber Foto: Kamera HP N95, 5 Megapixel)

Dilengkapinya, "Pengirim memakai No. Hp. baru dan tiba-tiba saja mengatakan melalui via-SMS ada lima juta masuk di adik punya No. Rek. Dan kalau adik sudah di Jogja (saat itu Haris di Nabire), nanti arahkan anak-anak yang di Kontrakan Yamewa itu untuk cari kontrakan baru."

Haris Yeimo menceritakan kronoligis penggelapan dana tersebut. Namun, yang dijelaskannya ini HANYA dari sisi Haris Yeimo. Dan ia tetap mempertahankan, kalau ia tidak tahu siapa pelakunya.

Penulis menulis kecurangan ini, harapannya Pelaku datang mengaku ke semua anggota IPMAPAN Korwil Jogja dan meminta maaf. Karena, hal ini sudah diketahui oleh seluruh anggota IPMAPANADODE Korwil Jogja-Solo. Kata Pak Sem Pekei pada saat pertemuan (12/10-11) kemarin, pembagian TA dan Asrama Permanen bagi kota study Jogja, "Saya tidak bisa bahas mengenai Dana Pemondokkan yang di Tahun 2010. Karena, bagi saya sebagai Pemda itu sudah jelas. Saya mengirim di Rekeningnya Ibu yang memunyai Rumah dan mengetahui BPH." Mendengar ini, seluruh anggota santai saja. Karena, pada awalnya semua anggota sudah mengetahui ini.

Nah, Pemda yang meperjelaskannya sehingga melalui tulisan itu, seluruh anggota meminta: Obet Youw, Emanuel Gobai, Haris Yeimo (Ketua BPH), dan dua orang yang tidak disebutkannya ini HARUS hadir di saat peresmian Kontrakan/Asrama Permanen IPMAPAN Korwil Jogja, Selasa 18 Oktober 2011 mendatang.

Foto Ilustrasi Kontrakan Permanen yang baru didapat.
(sumber: Google)


Dan saat ini, seluruh anggota tidak mau basa-basi melalui Telpon seluler dan dunia maya. Seluruh anggota IPMAPAN meminta agar Obet Youw, Emanuel Gobai, Haris Yeimo (Ketua BPH) Hadir untuk memperjelas hal ini.

"BPH bertanggung jawab untuk hadirkan beberapa nama yang sudah disebut itu," tambahan dari penulis.
Tambahan dari seluruh anggota IPMAPAN Korwil Jogja, "Pelaku datang mengaku ke semua anggota IPMAPAN Korwil Jogja dan meminta maaf. Kami tidak mungkin membawa sampe tingkatan KPK, setidaknya hanya untuk menghilangkan pikiran tidak baik kami ke mereka. Karena, filosofi orang tua kita dulu 'Akiya peu dimii kou eniya'."

Catatan:
Tulis ini juga sebagai pernyatan sikap dari seluruh anggota IMAPAN Korwil Jogja. Apabila tidak dipenuhi, maka nama-nama ini akan mempertanggung jawabkan saat Natal, Seminar dan Olahraga Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Paniai, Nabire, Dogiyai, dan Deiyai Se Jawa dan Bali di Yogyakarta.
Read more

Delete this element to display blogger navbar

 
Powered by Blogger