SUP: SBY-BOEDIONO SEGERA MENYELESAIKAN MASALAH PAPUA!

(AMP, FNMP, PERWAKILAN MAHASISWA DARI: MEDAN, ACEH, SUMATRA BARAT, MADURA, KALIMANTAN TIMUR, KALIMANTAN BARAT, JAWA TENGAH, D.I.Y., JAMBI, TIMOR LESTE, SULAWESI BARAT, AMBON, dan PAPUA. )



(Massa aksi Bundaran UGM)

Sonny Dogopia – SUP, Senin (14-11/2011), Pukul 19:00 – 22:20-an WIT , kembali long march dari Asrama Aceh ke Bundaran UGM, aksi seribu lilin. Dan berakhir tanpa keributan.

SUP menuntut: SBY-Boediono SEGERA Menyelesaikan Masalah Papua dan Tutup Perusahan-perusahan besar di Papua, seperti; PT. Freeport McMoran, Petrochina, dan MIFE.




(Bundaran UGM)

KRONOLOGIS
Massa aksi Star dari; Sekertariat Mahasiswa Papua, Tempat masing-masing, dan Sekertariat Organ-organ Pro-Rakyat.

Titik Kumpul di Asrama Aceh, Kota Baru-Yogyakarta.

Long March ke Bundaran UGM.

Massa Aksi long march bersamaan dengan seruan-seruan kebenaran.

Orasi pun perwakilan dari masing-masing organ.


(Tarian Ala Papua)

Orasi demi orasi pun disuarakan. Dan dipertengahan, Bundaran UGM, ditambahkan Tarian ala Papua, serta Nyanyian Tanah Papua.

(Nyanyian Tanah Papua)

Titik akhir di Bundaran UGM dan massa aksi long march pulang ke Asrama Aceh.

Aksi Turun Jalan, SUP mengakhirinya dengan membacakan Pernyataan Sikap. Pernyataan Sikap dibacakan kordinator umum, Roy Karoba, AMP-Yogyakarta.


LATAR BELAKANG
Sejak 19 Desember 1961 – 18 hari setelah deklarasi kemerdekaan Papua Barat, dengan: Lagu hai Tanah ku Papua, Burung Mambruk sebagai Lambang Negara, Bintang Kejora sebagai Bendera Negara, Sorong sampai Samari sebagai wilayah Negara Papua Barat, dan dibentuk pemerintahan 70 orang terdidik Papua Barat yang disebut Komite Nasional Papua (KNP) – Indonesia telah masuk secara ilegal.

Tujuan Indonesia masuk secara ilegal adalah menggagalkan berdirinya Negara Papua Barat. Dan pada saat yang bersamaan, Indonesia membunuh semua warga sipil di Papua Barat yang dianggap Pro terhadap Kemerdekaan, juga terhadap Belanda (Sumber: Don Flassy, 2003).

Indonesia masuk secara ilegal, warga sipil pro kemerdekaan di bunuh, dan berhasil mengusir Belanda. Saat itu Duta besar AS di PBB, Elswort Bunker , mengajukan satu proposal penyelesaian masalah Papua Barat (Sumber: Jhon Saltford, 2006). Yang diterjemahkan dalam sebuah perjanjian, disebut dengan “New York Agreement 1962.”

Indonesia kembali dengan kekuatan Militer melakukan Operasi Masal, teror, Intimidasi, dan pengkondisian Wilayah Papua Barat.

Masalah mendasar Papua Barat adalah pada saat Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA), tahun 1969.

Isi dari perjanjian itu, disepakati bahwa Rakyat Papua Barat akan menentukan nasib mereka sendiri. Apakah ikut Indonesia atau Merdeka sebagai sebuah Bangsa.

Saat PEPERA dilaksanakan, aturannya adalah one man, one vote (satu orang, satu suara/hak memilih). Tetapi, kelicikan Indonesia sehingga memilih 1025 Orang dari 800.000 Jumlah penduduk Pribumi Papua Barat dan Non Papua Barat, untuk ikut dalam PEPERA (Sumber: P. J Drooglever, 2005).

1025 Orang dikarantinakan Indonesia selama dua Bulan. Pada masa karantina, mereka diancam; dibunuh, termasuk keluarga mereka, dan diteror. Jika mereka tidak memilih Indonesia.

Indonesia, saat PEPERA, mempersulit Wartawan, Diplomat Asing, bahkan Utusan khusus PBB. Sehingga, Wartawan, Diplomat Asing, Utusan khusus PBB, tidak menyaksikan saat PEPERA.

Dan Indonesia adalah pilihan dari 1025 Orang. Tetapi, pada prosesnya, PEPERA 100% rekayasa dan manipulasi demi merebut Tanah Papua Barat secara Paksa.

Fokus persoalan ini menjadi sorotan saat konferensi di London, Inggris. Dan dunia Internasional, Nasional, dan Daerah, telah mengetahui bahwa pada prosesnya, PEPERA 100% rekayasa dan manipulasi demi merebut Tanah Papua Barat secara Paksa.

Saat ini - beroperasinya perusahan-perusahan besar di Papua, seperti; PT. Freeport McMoran, Petrochina, Mife, dan lainnya. Tidak memperdayakan masyarakat sekitar sebagai pemilik tanah ulayat itu.

Manajemen perusahan-perusahan itu mendatangkan segalanya dari luar Papua. Dan menyingkirkan pemilik tanah ulayat itu.

Eksploitasi besar-besaran semakin menggurita, kerusakan lingkungan, illegal loging, dan penyerobotan tanah ulayat masyarakat adat sekitar terus digarap. Tanpa melirik masyarakat sekitar yang sampai saat ini masih bergantung pada lingkungan.

Tuntutan masyarakat atas perilaku ketidakmanusiawi dan tidak adil, dijawab dengan amunisi Militer Indonesia. Kaum intelektual yang mendukung tuntutan itu, dijadikan korban. Pasal Makar contohnya.

Stigma separatis pun dipasarkan Militer Indonesia agar Militer Indonesia mudah membelinya. Pelanggaran HAM pun terjadi.

Kehadiran perusahaan-perusahan besar memicu Pelanggaran HAM di Papua. Militer Indonesia adalah budak-budaknya.

Tuntutan-tuntutan masyarakat adat sekitar, sangat mengancam keberlangsungan perusahan-perusahan besar. Militer Indonesia sebagai alat dari perusahan untuk mematikan pergerakan tuntutan itu.

Pos-pos Militer pun terlihat seperti rumah-rumah pemukiman. Didirikan berdampingan dengan perusahan. Pantas saja, karena satu buah M 16 dapat menghasilkan 16 M. Apa lagi jenis senjata yang lain.

Pemogokan buruh PT. Freeport McMoran menelan, Satu orang ditembak, dada kiri hingga meninggal (10-10/2011). Dua orang ditembak peluruh karet, punggung hingga luka berat. Lebih dari dua orang luka senpi senjata, kepala hingga luka jahitan.

Hal serupa, dilakukan oleh Gabungan TNI-POLRI saat penutupan Kongres Rakyat Papua III (19-10/2011), (Sumber: Pasal Makar Untuk Korban, 2011. http://wayai-deto.blogspot.com/2011/10/pasal-makar-untuk-korban.html).

Indonesia semakin membuktikan watak rezim SBY-Boediono yang berpihak pada IMPERIALISME Amerika Serikat sebagai anti demokrasi dan anti terhadap HAM.



(Seruan Aksi, Pernyataan Sikap, Roy Karoba, AMP-Yogyakarta)

Maka, lahirlah pernyataan sikap SUP:
1. SBY-Boediono SEGERA Menyelesaikan Masalah Papua! Dan

2. Tutup Perusahan-perusahan Besar di Papua, seperti; PT. Freeport McMoran, Petrochina, dan MIFE.


(Video SUP)

comment 0 komentar:

Posting Komentar

.:: Kawan, Tinggalkan PESAN dulu! ::.

Delete this element to display blogger navbar

 
Powered by Blogger