Oleh: Waiyai DETO*)
Mendagri Gamawan Fauzi mengatakan, kebijakan otsus Papua merupakan kebijakan yang sudah final. Dan ini memang fakta bahwa selama masa otsus, Masyarakat Papua khususnya Rakyat Papua tidak merasakan adanya otsus ini. Otonomi ini artinya Pemerintahan Sendiri tetapi, dalam bingkai NKRI. Sehingga, Daerah Papua menjadi daerah yang memasuki zona darurat. Berbagai elemen datang memburu Rupiah otsus.
Rezim Fasis Boneka Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) antek Imperialis Amerika pada awal masa jabatannya di periode pertama pernah menyampaikan, “...akan menyelesaikan masalah Papua secara ‘mendasar, menyeluruh, dan bermartabat’.” Janji SBY itu, ternyata menjauh setelah periode ke dua SBY menjabat sebagai orang nomor satu di RI ini.
Otonomi adalah Kebijakan dari pusat (Jakarta) yang dikhususkan untuk masyarakat Papua. Yang katanya, “ini bisa mensejahterahkan rakyat, memakmurkan rakyat, dan mengembangkan Sumber Daya Manusia (SDM) di Papua.” Namun, hasilnya NOL, malah tambah membuahkan masalah serius di Papua. Seperti:
1. Kesehatan. Dalam masa otsus, tidak adanya fasilitas yang memadai dan kurangnya tenaga medis asal Papua yang memang benar-benar ahli dalam kesehatan tertentu. Lalu, mana yang katanya membangun SDM dengan adanya otsus (di Bidang Kesehatan dan juga yang lainnya)? OMONG KOSONG.
2. Ekonomi. Dalam masa otsus, tidak adanya Pasar Moderen berskala Tradisional. Padahal, ini sudah dituntut berkali-kali yang sudah menjadi bagian dari HAK. Mama-mama Papua, Nona-nona Papua, bahkan Tete, Nene, Bapa-bapa Papua yang pasti berjualan dipinggir jalan terus-menerus (tahun berganti tahun). Apakah ini yang dinamakan MAKMUR, dalam masa otsus? OMONG KOSONG.
3. Budaya. Dalam masa otsus Budayaku terkikis. Budaya dengan berpakaian adat dinyatakan sebagai melanggar UU Pornografi. Jati diriku hilang, Sejarah yang dipelajari setiap SD, SMP, SMA/Sederajat adalah sejarah JAWA, Karaktersitik manusia JAWA, Bahasa Indonesia semakin kental, semuanya bernuansa JAWA. Lalu, kemanakah Jati Diriku, sebagai Manusia Papua yang memunyai BUDAYA? LUCU KAN....
4. Politik. Politik yang dibangun oleh RI ini adalah SISTEM BUSUK, IMPERIALISME. Dan sekaligus sebagai Penganjur Politik Imperialisme yang bermain seputar Rupiah Otsus. Iperialisme adalah sistem politik yang bertujuan menjajah Negara lain (Papua termasuk, “sejarah menjawab” / Indonesia-Papua Barat) untuk mendapatkan kekuasaan dan keuntungan yang lebih besar. Sekaligus sebagai negara yang memperluas daerah jajahannya untuk kepentingan Industri dan modal. Sudah Jelas bahwa adanya PEMEKARAN yang bermain seputar Rupiah Otsus hanyalah kepentingan industri dan modal.
5. Hukum. Hukum yang sedang berlaku di Papua adalah Pasal MAKAR. Yang sekarang menahan TAPOL/NAPOL di Kepolisian setempat (Jayapura, Nabire, Manokwari, Biak, Dll). Artinya, Hukum ini disesuaikan sesuai dengan mereka yang mau membebaskan jati diri mereka yang dilecehkan, diinjak, ditindas, dll. Sedangkan di sisi Penggelapan dana, Penggandaan Partai Politik, Pencalonan yang masuk kuota pemilihan yang berlebihan (Nabire, PILKADA ada 9 Calon Kandidat Bupati 2009 lalu), Ilegal loging, Transmigrasi yang tidak sesuai alasan pemindahan dan tidak lengkap surat-surat, Dll . Ini tidak ditangani (diproses/tindaklanjuti), Apakah seperti begitu Hukum yang berlaku di Papua? Lagi-lagi, Rupiah Otsus sebagai penawar HUKUM.
HUKUM INI DIA MELINDUNGI AGAR SISITEM BUSUK INI MASUK DENGAN MULUS. WALAUPUN HUKUM ITU MEMANG BENAR, MOHON DIPAHAMI....
6. Pendidikan. Sistem pendidikan yang sedang berlaku ini, secara tidak langsung mengajak kita untuk menjadikan Ijaza kita (SMA/Sederajat, D2, D3, Dll) sebagai Formulir untuk masuk ke sistem busuk ini. Sejarah yang dipelajari setiap SD, SMP, SMA/Sederajat adalah sejarah JAWA, Karaktersitik manusia JAWA, Bahasa Indonesia semakin kental, semuanya bernuansa JAWA. Lalu, Pendidikan macam apa? Meski pun memang benar bahwa untuk mengisih kekosongan di Papua mesti BERPENDIDIKAN. Namu, IJAZAnya jangan gunakan sebagai FORMULIR untuk masuk ke SISTEM BUSUK ini ya....! Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Papua khususnya Bagian Pedalaman Pantai dan Gunung sama sekali tidak merasakan apa-apa di masa Otsus ini. Lalu, ke mana semua? HUKUM mau berbicara? TIDAK ADA YANG MENANGANI INI....
Jadi, memang BENAR kalau OTSUS sudah FINAL Dan TIDAK ADA KATA EVALUASI.
"Sekarang semua harus dievaluasi," kata Velix Wanggai. "Evaluasi dilakukan untuk menyusun langkah-langkah terpadu, baik dari segi hukum, politik, ekonomi, dan kebudayaan," - jawaban untuk Velix Wanggai = “BUTA” ka? “DOMPET” Penuh ka? Anak, cucumu yang akan merasakannya, hai Velix Wanggai.
Untuk menjawab semua itu, ada satu solusi yaitu; REFERENDUM. Referendum yang artinya penyerahan suatu masalah kepada orang banyak supaya mereka menentukannya (jadi, tidak diputuskan oleh rapat atau oleh parlemen).
Jadi, REFERENDUM START....!
Thanks, Komentarmu sangat berharga, yang melebihi berlian dan emas!
1 komentar:
hidup "referendum" kawan....!!!!
maju terus.....tulisan yg sangat bagusss....
biar kitong pu mata tabuka melihat kondisi rill yg sedang terjadi di papua seperti apa....!!!
Posting Komentar
.:: Kawan, Tinggalkan PESAN dulu! ::.