GENGSI = PERBANDINGAN (PERSAINGAN) TERBUKA

Oleh: Wayai Deto*)



Gengsi antar sesama (antar saya dan kamu)

Gengsi sama dengan persaingan yang sifatnya terbuka. siapa saja boleh bergengsi. Tetapi, dengan cara yang sehat.

Kadang kalah orang salah mengartikan gengsi dan itu terbukti sehingga gengsi dibawa ke beradu FISIK. Gengsi bukan beradu FISIK, tetapi beradu pendapat yang membawa keuntungan. Dengan beradu pendapat, kita akan mencapai (menghasilkan) yang namanya "TEORI BARU," hanya saja kita biasa salah paham dan salah bertutur sehingga gengsi dapat mengarah ke adu FISIK.

Gengsi bukan hanya beradu pendapat yang sifatnya terbuka. Tetapi, melalui perilaku dan tindakan kita yang menjaga nama baik kita masing-masing.

sesungguhnya gengsi adalah perbandingan (persaingan) secara terbuka dan bersifat sehat.
Andrew Oswald, seorang ahli ekonomi dari University of Warwick, " mengatakan bahwa manusia memunyai nasib untuk selamanya membandingkan dirinya dengan orang lain." hal itu benar, karena ada sejumlah orang yang berkembang dari gambaran orang lain dan itu memang terbukti.

bila kegiatan membandingkan diri ini dilandasi “kerakusan” dan hal-hal yang ada di permukaan saja, maka individu bisa melakukan tindakan salah dan di sini kita dituntut untuk saling menghargai antar sesama serta mengerti tentang POSISI kita masing-masing.

Berilah kesempatan kepada mereka yang mau berbicara, karena akan berdapak positif bagi kita juga. Dan memang fungsi bergengsi adalah saling memberi kesempatan. Karena, "dari kita untuk dia DAN dari dia untuk kita." Harus kita pahami itu.

Bila kita tidak punya agenda untuk senantiasa “mengisi diri” dan mencerdaskan diri sendiri, sangat mungkin terjadi situasi membandingkan diri tanpa berupaya menganalisa lebih mendalam, kita ulangi lagi dan lagi.

Pada akhirnya, analisa-analisa ini bisa bertumpuk dan berakibat pada kedangkalan berpikir, sehingga kita hanya bisa menumbuhkan “esteem” atau harga diri atau merasa “bergengsi” melalui hal-hal dangkal dan di permukaan saja, seperti materi, jabatan, fasilitas, serta apa yang dikenakan orang.

Bila kita mau sedikit bermawas diri, tentunya kita sadar bahwa menjaga gengsi, tidak semata berasal dari sebatas kedudukan, kekayaan, dan kepemilikan barang. Ingat saja, bahwa si multibilyuner dolar, Mark Zuckerberg, pemilik Facebook tidak mendapatkan gengsinya melalui pesta-pesta bermiliar dolar, gonta-ganti mobil, mengejar jabatan dengan menghalalkan segala cara.

Ia sekadar anak kos-kosan yang rajin mengulik, berkreasi dan berinovasi, sampai bisa membuahkan produk yang berharga dan populer seantero dunia. Kita lihat, “self image” di mata publik bisa dilandasi oleh beberapa domain penting dalam kehidupan ini, seperti prestasi, pengalaman, kepahlawanan, tata krama, tata bahasa, kinerja, ekspertis, kearifan yang lebih mengarah pada “being” seserang dibandingkan dengan “having” seseorang.

Ini tentunya kabar baik bagi setiap individu yang juga ingin meningkatkan “gengsi”-nya tapi belum tahu dari mana sumbernya.

Kita bisa menggaris bawahi bahwa kita memang perlu senantiasa menjaga kebugaran fisik, intelektual, emosional dan spiritual kita, sebagai modal untuk menganalisa, memperbaiki, mengembangkan diri sendiri, berkreasi, berprestasi, menonjol, sehingga kemudian bisa merespek diri sendiri, lalu menjaga hakekat “qualities” diri kita sebagai fitur gengsi.

Sudah tidak zamannya lagi kita merasa gengsi naik sepeda, ketimbang berkendaraan mobil, dan seharusnya malah lebih bangga bahwa kita bugar menjaga kesehatan. Atau sebaliknya perlu memiliki Blackberry seri terbaru, tetapi gaptek dalam menggunakannya? Menunjang program “busway” adalah salah satu bukti bahwa kita bisa mengangkat harga diri melalui prinsip efisiensi dan efektivitas, dimana kita bisa lebih cepat sampai tujuan tanpa harus bermacet-macet duduk bengong di dalam mobil mewah kita, dengan membayar joki pula.

Gengsi antar kota study itu benar dan HARUS. Karena, secara tidak langsung kita mengangkat tempat di mana kita menimbah ilmu. Dan sifat bergengsi juga menunjukkan kita untuk membelah harga diri kita masing-masing.
Tetapi, dengan cara apa kita bergengsi?
manakah yang lebih bergengsi?
kembali ke pribadi kita masing-masing.


Gambar di bawah ini menunjukkan bahwa sifat orang yang suka berteriak (berbicara) di blakang-blakang.

Jujur saja, saya pribadi senang jika kita beradu pendapat di saat-saat kita bersama-sama. Seperti: Rapat, Seminar, Diskusi-diskusi, Berdebat, dll. Apalagi membutuhkan waktu yang cukup lama, yang se-tahun sekali.

Ini tidak mudah, kita harus manfaatkan baik-baik.
Walaupun, jika dilihat bahwa sifat itu memalukan. Kembali ke pribadi kita masing-masing saja, untuk menyikapinya.

Sodaraku skali lagi, Mat Tahun Baru. "smoga di tahun baru ini ada sesuatu yang baru, yang bisa membuat hidup kita lebih baik dan lebih dekat dekat Tuhan."
Maafkan semua perilaku-perilaku saya yang mungkin telah membuat kamu tidak suka sama saya dan membuat kamu, mengaggap saya orang yang mengarah ke sisi negatif (-).

PESAN: "DENGARKAN SUARA HATIMU YANG MENGARAH KE SISI POSITIF (+)."

comment 0 komentar:

Posting Komentar

.:: Kawan, Tinggalkan PESAN dulu! ::.

Delete this element to display blogger navbar

 
Powered by Blogger