AKSI DEMONTRASI (DEMO) DAMAI: “SOLIDARITAS UNTUK PAPUA” (IPMA-PAPUA D.I.Y, AMP, GANJA, FMN, LBH, PMKRI, PEMBEBASAN-PPRM, KPRM-PRD)





Waiyai Deto ~~ Senin, (21/06-10) Pukul 09:00 WI Aksi DEMO Damai berlangsung yang titik kumpulnya di Rumah Adat (Asrama Papua), Kamasan 01 Jl. Kesumanegara 119 Yogyakarta. Dan berakhir dengan aman terkendali Pukul 15:00 WI. (sumber Foto: Camera saat aksi sedang berlangsung).

A. Kronologi DEMO Damai, “Solidaritas Untuk Papua (SUP)” (Secara Garis Besar)

Titik Kumpul massa aksi, di Arsama Papua (Rumah Adat) D.I.Y yang akan berkumpul di Tugu Yogyakarta (Jogja). Massa pun menggunakan Bis, Pick up, dan kendaraan roda dua (Sepeda Motor) bertujuan di Tugu Jogja. Semua massa aksi turun dan berkumpul dengan satu ikatan tali komando yang didahului Pick up serta disusun dengan Spanduk maupun papan berupa pemberitahuan.

Massa aksi berjalan dari Tugu Jogja menuju Kantor Pos Malioboro (Depan Bank BNI) dengan melontarkan kata yang benar-benar terjadi dan sekaligus memberi pemahaman terhadap warga/masyarakat di sekitarnya. Sepanjang jalan pun selebaran beredar ke semua kalangan / elemen masyarakat yang ada. Orasi Politik pun disampaikan oleh berbagai Organisasi/Kelompok seperti: IPMA-PAPUA D.I.Y, AMP, GANJA, FMN, LBH, PMKRI, PEMBEBASAN-PPRM, dan KPRM-PRD.

Aksi DEMO Damai, “Solidaritas Untuk Papua (SUP)” pun selesai dan massa aksi kembali ke tempat masing-masing menggunakan Bis, Pick up, dan Sepeda Motor.

1. Pembahasan Dari Aksi DEMO Damai

Dalam Aksi DEMO Damai, “Solidaritas Untuk Papua (SUP)” tersebut, kejadian yang terjadi di Puncak Jaya dipertunjukan dalam sebuah Drama Singkat. Yang mana, Bapak Bupati Puncak Jaya (Lukas Enembe / Anak Emas dari Susilo Bambang Yudhoyono) bekerja sama dengan TNI/POLRI (MILITERISME RI) untuk membunuh/menembak seorang Pendeta (Kindeman Gire) dan anak mantu dari Pendeta Yason Wonda, Wakil Ketua Klasis GIDI Mulia (Enditi Tabuni). (Sumber: Via Telpon keluarga di Puncak Jaya). Drama singkat pun usai.

Kasus kekerasan Militer ini terjadi bersamaan (pada Bulan yang sama, Maret 2010) terhadap massa Rakyat Papua; Garundinggen Morib (45 Tahun), Ijokone Tabuni (35 Tahun), Etiles Tabuni(24 Tahun), Meiles Wonda (30 Tahun), Jigunggup Tabuni (46 Tahun), Nekiler Tabuni (25 Tahun), Biru Tabuni (51 Tahun/Sedang Sakit Berat), Tiraik Morib (29 Tahun), Yakiler Wonda (34 Tahun), Tekius Wonda (20 Tahun), Neriton Wonda (19 Tahun), Yuli Wonda (23 Tahun), dan Kotoran Tabuni (42 Tahun). (Sumber: Via Telpon keluarga di Puncak Jaya). Ke 13 Korban dari Kasus kekerasan Militer ini, harus menahan derita yang dipastikan tidak bisa menahaan derita yang cukup lama.

Hingga saat ini belum terdata secara pasti jumlah korban dari kasus kekerasan Militer yang masih berlangsung ini. Karena, Media Cetak maupun Media Elektronik diperketat postingannya Kasus Kekerasan Militer ini. Data yang terdata juga itu dari keluarga yang ada di Tanah Pembantaian (yang terus mengalirkan darah, mengalirkan air mata, dan ditutupnya napas, “mata”, sehingga keinginan dari hak-hak yang ada TERBATAL) tidak akan kita dapati di setiap MEDIA yang ada.

Rezim Fasis Boneka Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) antek Imperialis Amerika pada awal masa jabatannya di periode pertama pernah menyampaikan, “...akan menyelesaikan masalah Papua secara ‘mendasar, menyeluruh, dan bermartabat’.” Janji SBY itu, ternyata menjauh setelah periode ke dua SBY menjabat sebagai orang nomor satu di RI ini. Jika kita menyimak apa yang sedang terjadi di Papua; Kelly Kwalik (Timika) ditembak, Tadeus Yogi (Paniai/Enaro Tali) dikejar hingga hilang di Hutan, didiamkan dengan “Uang”, Trauma, dan lain-lain (Daerah Pesisir Pante), dikabarkan akan menangani ketertinggalan (Mamberamo Raya), dan Goliat Tabuni (Puncak Jaya) yang sampe saat ini masih menjadi manusia pemburuan dari MILITERISME RI.

Goliat Tabuni (Puncak Jaya) yang sampe saat ini masih menjadi manusia pemburuan dari MILITERISME RI. Dan merupakan daerah yang memang tidak bisa ditawarkan sehingga menjadi Daerah Operasi Militer (DOM) / Kebijakan Bumi Hangus di Distrik Tingginambut-Papua. Kesepakatan pun disahkan antara Pemerintah Daerah Tingkat II Puncak Jaya, PANGDAM XVII TRIKORA, dan POLDA Papua pada Bulan Mei 2010. (Sumber: Cendrawasih Post, 18 Mei 2010).

Dalam kesepakatan tersebut, meminta agar semua warga masyarakat setempat, pemimpin Gereja, Perempuan, Pemuda, Anak-anak, pemimpin Tradisional, dan Kepala Desa segera keluar dari wilayah Distrik Tingginambut paling lambat 27-28 Juni 2010. Nah, ini membuktikan bahwa semakin fasis-nya rezim penguasa hari ini yang selalu disembunyikan dibalik slogan DEMOKRASI dan penegakan HAK ASASI MANUSIA (HAM).

2. Di Balik DOM, Puncak Jaya-Papua

Apa sebenarnya di balik DOM ini? Ternyata, Lukas Enembe (Bupati Puncak Jaya) sebelumnya telah mensosialisasikan PEMEKARAN PROPINSI TENGAH lewat Media Elektronik (TV Channel TVONE). Dan ini disepakati oleh 10 Bupati yang ada di Daerah Pegunungan.

Kelly Kwalik (Timika) ditembak, Tadeus Yogi (Paniai/Enaro Tali) dikejar hingga hilang di Hutan, didiamkan dengan “Uang”, Trauma, dan lain-lain (Daerah Pesisir Pante), dikabarkan akan menangani ketertinggalan (Mamberamo Raya), dan Goliat Tabuni (Puncak Jaya) yang sampe saat ini masih menjadi manusia pemburuan dari MILITERISME RI. Ini semua menjadi PEMBURUAN agar situasi di Papua enak dimasuki. MILITERISME difungsikan dengan alas an KEAMANAN. Namun, sebenarrnya mencari “Uang” saku dan Kenaikan Pangkat sehingga amunisi pun dilepaskan secara tidak manusiawi alias binatang.

B. Pernyataan Sikap Dari Aksi DEMO Damai, “Solidaritas Untuk Papua (SUP)”

1. Cabut Status Daerah Operasi Militer (DOM) dan Kebijakan Bumi Hangus dari Tingginambut, Puncak Jaya-Papua paling lambat 26 Juni 2010,

2. KOMNAS HAM segera menyelidiki Kasus Kekerasan Militer di Tingginambut, Puncak Jaya-Papua,

3. Hentikan dan Tarik Pengiriman Militer Organik dan Non-Organik ke Puncak Jaya dan Seluruh Papua, dan

4. Hentikan Intimidasi, Kekerasan Militer di Puncak Jaya, dan Seluruh Papua.

comment 0 komentar:

Posting Komentar

.:: Kawan, Tinggalkan PESAN dulu! ::.

Delete this element to display blogger navbar

 
Powered by Blogger